Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
3/Pid.Pra/2021/PN Byw KARNO WIDJAJA DITRESKRIMUM POLRESTA BANYUWANGI Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 21 Sep. 2021
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penghentian penyidikan
Nomor Perkara 3/Pid.Pra/2021/PN Byw
Tanggal Surat Selasa, 21 Sep. 2021
Nomor Surat 665/HK/2021/PN.Byw
Pemohon
NoNama
1KARNO WIDJAJA
Termohon
NoNama
1DITRESKRIMUM POLRESTA BANYUWANGI
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun alasan-alasan diajukannya permohonan praperadilan ini adalah sebagai berikut:

  1. FAKTA-FAKTA HUKUM
  1. Bahwa, Permohonan Praperadilan ini diajukan berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mana menyebutkan dalam Pasal

1 angka 10 berbunyi sebagai berikut:

“Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
  3. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

Lalu kemudian, dalam Pasal 77 KUHAP berbunyi sebagai berikut:

 “Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang:

  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”

 

Dan selanjutnya Pasal 80 KUHAP berbunyi sebagai berikut:

“Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.”

Mengenai ketentuan Pasal 80 KUHAP telah dilakukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi, yang mana lalu oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 98/PUU-X/2012 mengabulkan permohononan Pemohon tersebut, yang pada intinya:

  • Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 KUHAP adalah bertentangan dengan UUD NKRI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”;
  • Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan” dalam Pasal 80 KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”.

Merujuk ketentuan di atas dapat ditarik konklusi bahwasannya yang dimaksudkan dengan pihak ketiga yang berkepentingan adalah saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan. Sehingga, saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan meliliki kedudukan hukum (legal standing) yang sah dalam mengajukan upaya permohonan praperadilan (In Casu PEMOHON dalam kedudukannya sebagai pihak Pelapor atau pihak yang dirugikan);

  1. Bahwa, selain mengajukan permohonan praperadilan merupakan upaya hukum yang sah, alasan diajukannya permohonan praperadilan ini adalah karena adanya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang telah diterbitkan oleh Kepala Kepolisian Resor Kota Banyuwangi Cq. Kepala Satuan Reserse dan Kriminal (Kasat Reskrim) dengan Nomor: B/206.a/VII/RES.1.18./2021/Satreskrim tertanggal 27 Juli 2021 dengan alasan tidak cukup bukti;

Konsep mengenai cukup bukti atau bukti yang cukup itu sendiri tidak diatur secara jelas dalam KUHAP, sehingga dilakukannya uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 yang mengabulkan permohononan Pemohon tersebut, yang pada intinya:

  • Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP bertentangan dengan UUD NKRI Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai minimal dua alat bukti sesuai ketentuan Pasal 184 KUHAP;
  • Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai minimal dua alat bukti sesuai ketentuan Pasal 184 KUHAP.

Dalam putusan tersebut, Hakim Konstitusi berpendapat bahwa KUHAP tidak memberikan penjelasan mengenai batasan jumlah alat bukti dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”, sehingga permohonan uji materiil Pemohon tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.

Oleh karena adanya putusan tersebut, terjadi perubahan dalam praktek peradilan bahwasannya untuk menafsirkan frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP adalah minimal dua alat bukti sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP;

  1. Bahwa, pada tanggal 17 Maret 2021, Pelapor yang diwakili oleh Advokat/Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum Ronald Armada & Partners, melaporkan adanya dugaan Tindak Pidana Pengaduan Fitnah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 317 KUHP yang dilakukan oleh Terlapor Lenny Ranoewidjojo kepada TERMOHON;
  2. Bahwa, kemudian laporan tersebut ditindaklanjuti oleh TERMOHON dengan adanya Laporan Polisi Nomor: LP-B/84/III/RES.1.18./2021/RESKRIM/SPKT Polresta Banyuwangi tertanggal 17 Maret 2021 a.n Pelapor Karno Widjaja atau PEMOHON;
  3. Bahwa, TERMOHON selanjutnya menindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SPRIN-SIDIK/153/IV/RES.1.18./2021/Satreskrim tertanggal 8 April 2021;
  4. Bahwa, akan dilakukan penyidikan terhadap kasus a quo, TERMOHON menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Nomor: B/226/IV/SPDP/RES.1.18./2021/Satreskrim tertanggal 12 April 2021;
  5. Bahwa, pada tanggal 15 Juli 2021 dan 26 Juli 2021, terdapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan Nomor: B/760/VII/RES.1.18./SP2HP-IV/2021/Satreskrim tertanggal 15 Juli 2021 yang pada intinya telah telah dilakukan pelengkapan administrasi penyidikan, pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan saksi Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya a.n Prof. Dr. Nur Basuki Winarno, S.H., M.H., yang selanjutnya akan dilaksanakan Gelar Perkara untuk tindak lanjut penanganan perkara.

Lalu kemudian, terdapat SP2HP kembali dengan Nomor: B/784/VII/RES.1.18./SP2HP-V/2021/Satreskrim tertanggal 26 Juli 2021 yang pada intinya menyatakan telah melengkapi administrasi penyidikan dan administrasi gelar perkara serta melakukan Gelar Perkara tanggal 17 Juli 2021 di Ruang Satreskrim Polresta Banyuwangi dengan menghasilkan kesimpulan Tidak Cukup Bukti;

  1. Bahwa, oleh karena, resume hasil penyidikan dan laporan hasil gelar perkara yang dilaksanakan pada tanggal 17 Juli 2021 menyatakan kesimpulan Tidak Cukup Bukti, kemudian TERMOHON menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan Nomor: B/206.a/VII/RES.1.18./2021/Satreskrim dengan alasan perkara a quo Tidak Cukup Bukti, sehingga menghentikan penyidikan penanganan perkara a quo.

 

 

  1. ALASAN DAN ANALISA YURIDIS PERMOHONAN PRAPERADILAN

Surat Perintah Penghentian Penyidikan yang telah diterbitkan oleh KEPALA KEPOLISIAN RESOR KOTA BANYUWANGI Cq. KEPALA SATUAN RESERSE DAN KRIMINAL (KASATRESKRIM) dengan Nomor: B/206.a/VII/RES.1.18/2021/Satreskrim, tertanggal 27 JUli 2021 adalah tidak sah dikarenakan perkara sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP-B/84/III/RES.1.18./2021/RESKRIM/SPKT Polresta Banyuwangi tertanggal 17 Maret 2021 diduga kuat merupakan tindak pidana.

  1. Bahwa para pihak dalam perkara ini adalah:

PELAPOR ATAU PEMOHON      : Karno Widjaja 

     TERLAPOR                               : Lenny Ranoewidjojo

2.   Bahwa, kronologi perkara yang dimaksud adalah sebagai berikut, pada sekitar bulan Oktober 2019 telah terjadi pertemuan antara PELAPOR ATAU PEMOHON dengan TERLAPOR beserta suami TERLAPOR di Restoran Culture Surabaya;

3.   Bahwa, dalam pertemuan tersebut, TERLAPOR menawarkan untuk menjual hak bagian dalam kerjasamanya dengan PELAPOR ATAU PEMOHON, baik dalam kerjasama dibidang SPBU maupun di PT. Pelayaran Blambangan Sejahtera, karena banyaknya utang yang sedang ditanggung oleh TERLAPOR;

4. Bahwa, pada pertemuan tersebut, TERLAPOR menceritakan bahwa ia memiliki utang dengan total kurang lebih 220M, diantaranya utang pada adiknya, Ellen kurang lebih 19M dan Verawati kurang lebih 7M, melihat kondisi tersebut, timbulah kesepakatan bersama untuk menggunakan jasa aprraisal guna menghitung berapa besar/harga bagian yang dimiliki oleh TERLAPOR yang pada saat itu telah mempercayakan PELAPOR ATAU PEMOHON untuk mencari jasa aprraisal independen;

5.   Bahwa, kemudian penghitungan jasa appraisal tersebut dilaksanakan oleh Kantor Jasa Penilai Publik Herly, Ariawan & Rekan (HAR) pada tanggal 4 November 2019 dengan hasil nilai pasar 2 SPBU (SPBU Keduringin Muncar dan SPBU Kota) sebesar Rp. 8.491.000.000,- (Delapan Milyar Empat Ratus Sembilan Puluh Satu Juta Rupiah) dan penghitungan tersebut diterima oleh PELAPOR ATAU PEMOHON pada bulan Desember 2019 hingga akhirnya pada tanggal 6 Januari 2020, PELAPOR ATAU PEMOHON mengirim surat penawaran hasil appraisal tersebut kepada TERLAPOR;

6.   Bahwa, pada tanggal 18 Januari 2020, PELAPOR ATAU PEMOHON mendapat surat namun bukan mengenai balasan penawaran yang pernah dikirim, melainkan somasi dari pihak TERLAPOR melalui kuasa hukumnya Muljo Hardijana & Associates Law Firm terkait nilai jasa appraisal yang menurut TERLAPOR telah dimanipulasi dan tidak sesuai dengan nilai wajar, serta menuduh PELAPOR ATAU PEMOHON tidak pernah meminta persetujuan dalam memutuskan sesuatu hal yang terkait kerjasama usaha dibidang SPBU, juga tidak membagikan penghasilan keuntungan disertai pembukuannya. Selain itu, TERLAPOR juga menuntut PELAPOR ATAU PEMOHON untuk menyerahkan pembukuan kerjasama 2 SPBU paling lambat 30 Januari 2020;

7.   Bahwa, pada tanggal 27 Januari 2020, PELAPOR ATAU PEMOHON telah menjawab somasi tersebut melalui kuasa hukumnya Eko & Partners Law Firm yang pada intinya menyanggah tuduhan tidak berdasar tersebut dan meminta untuk para pihak bermusyarawah kembali apabila TERLAPOR merasa keberatan dengan harga penawaran berdasarkan penilaian dari  jasa appraisal yang yang dikirim oleh PELAPOR ATAU PEMOHON tersebut;

8.   Bahwa, sangat disayangkan tindakan yang diambil TERLAPOR sekitar bulan Maret 2020 yang justru melaporkan PELAPOR ATAU PEMOHON  di Kepolisian RI Resor Kota Banyuwangi dengan tuduhan melakukan Penipuan dan/atau Penggelapan manakala sebelumnya, PELAPOR ATAU PEMOHON telah mengajak TERLAPOR untuk bermusyawarah kembali dan apabila tidak menemukan titik temu penyelesaian maka dapat memanggil pihak penengah/mediator yang mana  sebenarnya telah diatur dalam 2 (dua) akta kerjasama SPBU apabila terjadi sengketa/perselisihan;

9.   Bahwa, diketahui pula sebelumnya TERLAPOR telah bertemu dengan Notaris Reny Widjajanti Subiantoro, SH di Surabaya untuk membicarakan masalah penjualan bagian milik TERLAPOR tersebut;

10. Bahwa, dari rentetan kejadian-kejadian tersebut, terlihat jelas dan pasti bahwa TERLAPOR memiliki kehendak dan niat untuk melakukan pembubaran kerjasama dan menjual hak bagiannya kepada PELAPOR ATAU PEMOHON;

11.Bahwa, sebelumnya juga TERLAPOR pernah menawarkan harga hak bagiannya  kepada P PELAPOR ATAU EMOHON, namun dengan harga yang menurut PEMOHON terlalu tinggi dan tidak wajar, maka disepakatilah untuk menggunakan jasa appraisal;

12.Bahwa, kemudian TERLAPOR tidak menyetujui atau menolak hasil penghitungan jasa appraisal tersebut dan terkesan terburu-buru dengan melaporkan PELAPOR ATAU PEMOHON ke Kepolisian Resor Kota Banyuwangi berdasarkan Laporan Polisi No. Lp-B/89/III/2020/Jatim/Resta Bwi tanggal 2 Maret 2020 menunjukkan niat/itikad buruk TERLAPOR untuk melakukan penekanan kepada PELAPOR ATAU PEMOHON untuk menerima harga jual hak bagiannya dengan harga yang tinggi dan  tidak wajar;

13.Bahwa, karena melihat itikad buruk yang dimiliki TERLAPOR, maka PELAPOR ATAU PEMOHON melalui kuasa hukumnya Ronald Armada & Partners Law Firm untuk melayangkan Gugatan Keperdataan atas perbuatan TERLAPOR yang melanggar ketentuan Pasal 1631 jo. Pasal 1365 KUH Perdata;

14.Bahwa, dasar melayangkan gugatan keperdataan tersebut adalah adanya keinginan TERLAPOR melakukan pembubaran kerjasama dan berniat menjual hak bagiannya, namun dengan harga yang terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan hasil penghitungan jasa appraisal;

15.Bahwa, isi Laporan Pidana TERLAPOR sekitar bulan Maret 2020 yang melaporkan PELAPOR ATAU PEMOHON atas tuduhan melakukan penipuan dan/atau penggelapan sebesar Rp. 2.022.857.362,- (dua miliyar dua puluh dua juta delapan ratus lima puluh tujuh tiga ratus enam puluh dua rupiah) merupakan jumlah yang tidak berdasar dan tidak beralasan, hal ini karena pada Jawaban Gugatan TERLAPOR pada gugatan perdata yang dilakukan oleh PELAPOR ATAU PEMOHON angka tersebut berubah (inkonsisten) menjadi Rp. 900.238.316,- (sembilan ratus juta dua ratus tiga puluh delapan tiga ratus enam belas);

16.Bahwa, pelaporan yang telah dilakukan oleh TERLAPOR kepada PELAPOR ATAU PEMOHON mengenai tuduhan melakukan Penipuan dan/atau Penggelapan telah dibuktikan dengan Putusan Perdata Nomor: 671/Pdt.G/2020/PN.Sby yang menolak Gugatan Rekonpensi TERLAPOR yang pada intinya mendalilkan bahwa PELAPOR ATAU PEMOHON telah melakukan Penipuan dan/atau Penggelapan dengan cara memanipulasi pembukuan kerjasama yang berlangsung selama ini;

17.Bahwa, Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang telah diterbitkan oleh KEPALA KEPOLISIAN RESOR KOTA BANYUWANGI Cq KEPALA SATUAN RESERSE DAN KRIMINAL (KASATRESKRIM) dengan Nomor: B/206.a/VII/RES.1.18/2021/Satreskrim, tertanggal 27 Juli 2021 adalah bertentangan dengan hukum dikarenakan perkara ini adalah tindak pidana, dengan bahan pertimbangan kajian hukum Pasal 317 KUHP sebagai berikut:

           Pasal 317 ayat (1) KUHP 

     “Barangsiapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan penjara paling lama empat tahun”

Unsur yang terdapat dalam 317 ayat (1) KUHP tentang pengaduan fitnah adalah:

  1. Unsur Barangsiapa;
  2. Unsur dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada Penguasa;
  3. Unsur Secara Tertulis Maupun Untuk Dituliskan;
  4. Unsur Kehormatan atau Nama Baiknya Terserang;

Dalam pandangan unsur sengaja pada pasal 317 ayat (1) KUHP, Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 198) mengatakan:

“Perbuatan ini dinamakan mengadu secara memfitnah. Pengaduan atau pemberitahuan yang diajukan itu, baik secara tertulis, maupun secara lisan dengan permintaan supaya ditulis harus sengaja palsu. Orang itu harus mengetahui benar-benar bahwa apa yang ia adukan pada pembesar tidak benar; sedang pengaduan itu akan menyerang kehormatan dan nama baik yang diadukan itu.”

Bahwa, untuk dapat dihukum dengan Pasal 317 ayat (1) KUHP ini haruslah terpenuhi unsur kesengajaan yang nyata, sebagaimana menurut R. Soesilo “Orang itu harus mengetahui benar-benar bahwa apa yang ia adukan pada pembesar tidak benar”.

 

Berdasarkan uraian mengenai Pasal 317 (1) tersebut, atas perbuatan TERLAPOR melaporkan PELAPOR ATAU PEMOHON ke Kepolisian Resor Kota Banyuwangi tanpa bukti yang cukup dan dibuktikan dengan adanya inkonsistensi jumlah kerugian yang diderita antara Laporan Pidana dan Gugatan Rekonpensi perkara Nomor: 671/Pdt.G/2020/PN.Sby  adalah bukti bahwa TERLAPOR sadar dan mengetahui benar bahwa apa yang ia adukan tidaklah benar, oleh karena itu TERLAPOR dapat dikatakan telah memenuhi seluruh unsur pasal tersebut;

 

18.Bahwa, selanjutnya alasan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan Nomor: B/206.a/VII/RES.1.18./2021/Satreskrim adalah karena perkara a quo Tidak Cukup Bukti adalah tindakan yang sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum. Hal ini didasari, merujuk pada uraian yang telah dijelaskan pada poin kesatu (I) angka 2 di atas bahwasannya mengenai frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam ketentuan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai sekurang-kurangnya adalah dua alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP.

Sehingga, ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP, yang pada intinya mengatur dalam proses penyidikan adalah mencari dan mengumpulkan bukti yang mana bukti tersebut membuat terang tindak pidana adalah sekurang-kurangnya adalah dua alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 184 KUHAP, yakni:

(1) Alat bukti yang sah ialah:

a.    Keterangan saksi;

b.    Keterangan ahli;

c.    Surat;

d.    Petunjuk;

e.    Keterangan terdakwa.

Dan di tahap penyidikan yang telah dilakukan oleh TERMOHON, telah memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut di atas, yakni telah adanya dan dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dengan Nomor: B/760/VII/RES.1.18./SP2HP-IV/2021/Satreskrim tertanggal 15 Juli 2021 pada poin kedua:

1.    Keterangan saksi;

2.    Keterangan Ahli, yakni Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya a.n Prof. Nur Basuki Winarno, S.H., M.Hum.;

3.    dan bukti surat.

Oleh karena itu, apabila TERMOHON menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) karena alasan kurangnya alat bukti hal tersebut sangatlah tidak dapat dibenarkan, mengingat alat bukti yang terkumpul dalam proses penyidikan dapat dinyatakan telah memenuhi atau telah cukup bukti;

 

19. Bahwa, oleh karena itu, berdasarkan penjelasan dan uraian di atas telah patut apabila proses penyidikan dilanjutkan kembali oleh TERMOHON.

 

  1. PETITUM

Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka PEMOHON memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Banyuwangi, agar berkenan memutuskan hal-hal sebagai berikut: 

1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan PEMOHON untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang diterbitkan TERMOHON dinyatakan Batal dan/atau Tidak Sah;

3. Memerintahkan TERMOHON untuk melanjutkan penyidikan perkara yang termuat dalam Laporan Polisi Nomor: LP-B/84/III/RES.1.18./2021/RESKRIM/SPKT Polresta Banyuwangi tertanggal 17 Maret 2021.

 

Atau,

apabila Yang Mulia Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya