Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
1/Pid.Pra/2022/PN Byw | NURUL QOMARIYAH, S.Pd | KEPALA KEPOLISIAN RI DI JAKARTA CQ KAPOLDA JATIM DI SURABAYA CQ KAPOLRESTA BANYUWANGI | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Jumat, 08 Apr. 2022 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penghentian penyidikan | ||||
Nomor Perkara | 1/Pid.Pra/2022/PN Byw | ||||
Tanggal Surat | Jumat, 08 Apr. 2022 | ||||
Nomor Surat | - | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | Kepada yth. KETUA PENGADILAN NEGERI KELAS I A. BANYUWANGI Jln Adi Sucipto No. 26 Di – BANYUWANGI
Perihal ; Permohonan Praperadilan
Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini ; Dr. ACHMAD ZAMRONI, SHM.Hum dan AGUS YANI Bertindak untuk dan atas nama Pemberi Kuasa Nurul Qomariyah, S.Pd Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Alamat, Jl. Songgoriti Desa Songgokerto Kota Batu Jawa Timur. Berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 April 2022 selanjutnya disebut sebagai PEMOHON PRA PERADILAN ;
M E L A W A N ;
KEPALA KEPOLISIAN RI di JAKARTA CQ KAPOLDA JATIM di SURABAYA CQ KAPOLRESTA BANYUWANGI Jln. Brawijaya No. 21, Kebalenan, Kec. Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur 68417 Sebagai TERMOHON PRA PERADILAN Adapun yang menjadi alasan Pemohon Praperadilan ini adalah sebagai berikut ; DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan : Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah: Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai penghentian penyidikan atau dibiarkannya sehingga berlarut- larut penyidikan terhadap terdakwa dengan alasan yang dicari-cari,akan tetapi tidak juga dikeluarkan surat penghentian penyidikan tetapi tidak segera diselesaikan segera sehingga ada kepastiah hukum dengan segara, disinilah daerah rawan yang dapat dimainkan oleh penyidik dalam mencari alibi tidak selesainya penyidikan karena telah diakui tidak merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga bagi korban khususnya pelapor/pengadu tidak dapat memperoleh kepastian hukum dari pengaduannya, perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum tersebut. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik di pengadilan hakim melakukan rechvinding ‘terobosan hukum’ dalam sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini. ALASAN DIJUKAN PRAPERADILAN INI Bahwa, pemohon telah mengadukan tindak pidana penyerobotan tanah ( pasal 385 KUHP ) yang dilakakan oleh terlapor Slamet dan Achmad Taufik, S.sos tertanggal 4 Oktober 2021 ( Bukti lapor terlampir ) Bahwa, benar penyidik telah memeriksa saksi-saksi dalam perkara ini sesaat setelah pengaduan ini yaitu saksi korban Nurul Qomariyah, S.Pd, dan `Dr. Achmad Zamroni, SH. M.Hum dan Agus Yani. keduanya Pemohon Praperadilan ini Bahwa, pada tgl 16 november 2021 penyidik pemberitahuan perkembangan penyidikan ke 2 kembali memeriksa saksi Atmawiyanto dan saksi Hambali. Dan selanjutnya akan melakukan pemeriksaan terhadap a. A. TAUFIK . b. HAMBALI c. DINAS PENGAIRAN/ TERKAIT . Bahwa, rencana tersebut tinggal rencana yang tidak ada tindak lanjut dan perkembangan selanjutnya seperti apa dan bagaimana, dalam masa tunggu ketidak pastian ini satu dua minggu berganti bulan tidak ada kejelasan, menunggu antara tgl 4 oktober 2021 sampai permohonan Pra peradilan ini didaftarkar di Pengadilan Negeri Banyuwangi pada tgl 4 April 2022, dalam kurun waktu 6 ( enam ) bulan ketidak pastian hukum telah Pemohon Pra Peradilan telah lalui, maka secara de jure perkara tersebut belum selesai tetapi secara de fakto perkara tersebut telah dihentikan maka walaupun tidak dengan surat secara tegas, pantas bila tidak ada lagi kepercayaan masyarakat untuk melaporkan /mengadukan perkara- perkara pidana delick aduhan pada kepolisian negara padahal kita tahu bahwa tugas kepolisian seperti tercantum dalam pasal 30 ayat (4) UUD 1945 bahwa Polri sebagai alat negara yang menjagakeamanan dan ketertiban dalam masyarakat bertugas melindungi, mengayomi masyarakat serta penegakan hukum, dalam dalam kasus ini Termohon Pra Peradilan telah lalai dalam mengemban tugasnya tersebut sehingga dalam masyarakat sering terjadi kasus (Eigen rechting)main hakim sendiri karena ketidak percayaan masyarakat dalam menyelesaikan kasusnya melalui kepolisian. Bahwa, tindakan Termohon Praperadilan masuk dalam unsur penghentian penyidikan secara diam-dim dan melawan Hukum karena telah merugikan kepentingan pemohon Praperadilan karena itu masuk wilayah kewenangan Praperadilan. Bahwa dalam secara tegas Perkap No. 12 Tahun 2009 selanjutnya mengatur mengenai batas waktu penyelenggaraan penyidikan sebagai berikut: Pasal 31 (2) Batas waktu penyelesaian perkara dihitung sejak diterimanya Surat Perintah Penyidikan meliputi:
(3) Dalam menentukan tingkat kesulitan penyidikan, ditentukan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Penyidikan. (4) Penentuan tingkat kesulitan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selambatnya 3 (tiga) hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan. Pasal 32: (1) Dalam hal batas waktu penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 penyidikan belum dapat diselesaikan oleh penyidik, maka dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyidikan kepada pejabat yang memberi perintah melalui pengawas penyidik. Dalam hal kepolisian tidak menindaklanjuti laporan, atau jika ada ketidakpuasan atas hasil penyidikan, maka Pelapor atau saksi dapat mengajukan surat pengaduan atas hal tersebut kepada atasan Penyelidik atau Penyidik atau badan pengawas penyidikan, agar dilakukan koreksi atau pengarahan oleh atasan penyelidik/penyidik yang bersangkutan. Bila kita bandingkan dengan SEMA NO 12 Tahun 2014 tentang penyelesaian perkara di pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding pada 4 lingkungan pengadilan,yang pada pokoknya penyelesaian perkra pada tingkat pertama paling lambat dalam waktu 5 bulan, termasuk penyelesaian minutasi, terhadap sifat perkara dengan keadaan tertentu dan penyelesaian perkara melebihi 5 bulan, maka majelis hakim yang menangani perkara tersebut harus membuat laporan kepada KetuaPengadilan Tingkat pertama dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Mahkama Agung ; Bila kita amati kedua aturan terbut adalah bentuk tanggung jawab provesi kedua lembaga penegak hukum tersebut ; Berdasarkan kenyataan tersebut diatas Pemohon Pra Peradilan mohon agar Hakim tidak hanya menjadi corong undang undang tetapi menjadi hakim progresif yang mampumenjadi jempatan dalam memaknai rasa keadilan dalam masyarakat ‘ubi sociietes ibi ius’dimana ada masyarakat disitu ada hukum, demikian kata filsuf terkenal Markus Tullius Cicero. ALASAN PEMOHON PRAPERADILAN HAKIM PERLU MELAKUAN RECHVINDING
Kewenangan praperadilan untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penetapan tersangka akhir-akhirini sempat menjadi sorotan publik.Berawal dari Putusan Hakim Sarpin sebagai hakim pada siding praperadilan yang diajukan Komjen Pol.Budi Gunawan (BG) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam putusan perkara nomor 04/Pid/Prap/2015/PN Jkt Sel,Hakim Sarpin menyatakan penetapan status tersangka BG oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah dan yang bersangkutan tidak termasuk penegak hukum. Walaupun ada sebagian pengamat yang menyatakan bahwa putusan ini merupakan terobosan atau penemuan hukum baru terkait putusan praperadilan, tetapi pendapat yang lain menyatakan bahwa putusan ini dinilai sebagai putusan yang kontroversial, karena dianggap telah melampaui kewenangan praperadilan yang diatur didalam Pasal 1 angka 10 dan Pasal 77Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981tentang Hukum Acara Pidana (UU HAP). Akan tetapi perdebatan apakah lembaga praperadilan berwenang untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penetapan tersangka akhirnya terjawab sudah, Mahkamah Konstitusi(MK) pada tanggal 28 April 2015 melaluiPutusan Nomor 21/PUU-XII/2014(Putusan MK) telah memutus diantaranya bahwa lingkup kewenangan praperadilan yang diatur dalam Pasal 77 huruf (a) UUHAP mencakup juga sah atau tidaknya penetapan tersangka (halaman 110Putusan MK). Putusan MK ini artinya telah memperluas kewenangan praperadilan itu sendiri, yang dahulu mencakup sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,penghentian penyidikan,atau penghentian penuntutan, saat ini diperluas diantaranya pula mencakup mengenai memeriksa dan memutus sahatau tidaknya penetapan status tersangka seseorang. Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut tidak tertutup kemungkinan membiarkan perkara berlarut larut dengan tidak segera memeriksa saksi dan terdakwa sehingga menyelesaikan penyidikan tidak selesai tidak juga dikeluarkan surat Perintah penghentian penyidikan menjadi kewenangan Praperadilan sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan an Pengendalian pasal 31 . Berdasarkan uraian pertimbangan maka putusan hakim dituntut untuk memahami rasa keadilan yang berkembang di masyarakat karena itu diperlukan terobosan hukum (Rechvinding) sebagai cerminan rasa keadilan masyarakat. P E T I T U M ;
Berdasarkan pada fakta- fakta yuridis diatas , pemohon Pra Peradilan kepada Yang terhomat Ketua Pengadilan Negeri Banyuwangi cq hakimmemeriksa dan mengadili perkara ini sebagai berikut ;
A T A U ;
BilaKetua Pengadilan Negeri Banyuwangi cq Hakim yang memeriksa perkara ini berpendapat lain, maka mohon putusan yang seadil adilnya (Ex aequo et bono) Banyuwangi, 4 April 2022
Hormat kami Kuasa Hukum
Dr.ACHMADZAMRONI. SH.M.Hum AGUS YANI
|
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |