Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
5/Pid.Pra/2023/PN Byw SUPONO Alias PONO 1.KaBiro Korwas PPNS Bareskrim POLRI
2.Dirjen Penegakan Hukum dan Lingkungan Hidup
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Selasa, 18 Jul. 2023
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 5/Pid.Pra/2023/PN Byw
Tanggal Surat Selasa, 18 Jul. 2023
Nomor Surat 522/HK/7/2022/PN Byw
Pemohon
NoNama
1SUPONO Alias PONO
Termohon
NoNama
1KaBiro Korwas PPNS Bareskrim POLRI
2Dirjen Penegakan Hukum dan Lingkungan Hidup
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Dengan ini Pemohon Praperadilan hendak mengajukan Permohonan Pra-Peradilan terhadap Penetapan Status Tersangka atas diri Pemohon sebagaimana tertuang dalam:

  • Surat Ketetapan No. SP. Tap. 3/ PHPLHK- TPK/ PPNS/ 7/ 2023, yang dikeluarkan oleh Direktorat Penegakan Hukum Pidana pada Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, tertanggal 12 Juli 2023, sebagai  Obyek Praperadilan;

di Pengadilan Negeri Banyuwangi melawan:

  1. Kepala Kepolisian Republik Indonesia, cq. Kepala Bareskrim POLRI, cq. Kepala Biro Korwas PPNS Bareskrim POLRI, beralamat di Kantor Bareskrim Polri Jl. Trunojoyo No. 3, RT. 2/ RW. 1, Selong, Kec, Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta 12110,

sebagai ------------------------------------------------------------ Termohon Praperadilan I;

  1. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, cq. Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, cq. Direktorat Penegakan Hukum Pidana pada Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, beralamat di Gedung Pusat Kehutanan Manggala Wanabakti, Blok IV Lantai 4, Jl. Jendral Gatot Subroto Senayan, Jakarta Pusat (021) 57902925, sebagai ----------------- Termohon Praperadilan II;

selanjutnya kesemuanya disebut sebagai : ------ PARA TERMOHON PRAPERADILAN;

 

Adapun dasar dan alasan permohonan Pra- Peradilan oleh PEMOHON tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Bahwa, dasar hukum permohonan Pra Peradilan yang diajukan oleh  Pemohon pada obyek penetapan status tersangka dalam permohonan praperadilan ini adalah:
  1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, yang menyatakan Pasal 77 huruf a Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan, dan Penyitaan.  Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut diatas, pada pertimbangan hukumnya menekankan tidak boleh adanya kesewenang- wenangan aparat penegak hukum dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka;
  2. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

 

  1. Bahwa, dalam proses pemeriksaan ditingkat penyelidikan hingga ditetapkannya Pemohon sebagai tersangka banyak diwarnai dengan Tindakan kesewang- wenangan Para Termohon, dapat dicermati dalam surat yang menjadi obyek praperadilan yang antara lain:
  1.  Pencucian uang adalah tindak pidana ikutan (underlying crime) dari tindak pidana asal (predicate crime)/ haruslah diputuskan dahulu tindak pidana sebelumnya;

Bahwa dalam surat ketetapan tersangka (Obyek Praperadilan) tidak dicantumkan secara jelas dasar- dasar ditetapkannya Pemohon sebagai Tersangka. Dimana diketahui bahwa pemeriksaan terhadap Terdakwa adalah dugaan tindak pidanan pencucian uang, yang wajib dibuktikan dulu (diputus serta mempunyai kekuatan hukum tetap) tindak pidana pendahulunya;

Namun dalam surat penetapan tersangka yang diberitahukan kepada pemohon sama sekali tidak disebutkan secara jelas putusan perkara pidana pendahulunya, sehingga Termohon Praperadilan kurang cermat dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka pada pemeriksaan dugaan tindak pidana TPPU. Sehingga pemeriksaan sebagaimana terjadi dalam pemeriksaan perkara aquo adalah cacat hukum dan sudah sepatutnya batal demi hukum, oleh karenanya Surat Ketetapan No. SP. Tap. 3/ PHPLHK- TPK/ PPNS/ 7/ 2023, yang dikeluarkan oleh Direktorat Penegakan Hukum Pidana pada Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, tertanggal 12 Juli 2023 mohon untuk dibatalkan oleh Yang Mulia Hakim pemeriksa perkara aquo;

   

  1. Termohon terburu- buru (premature) dalam menetapkan Termohon sebagai tertsangka;

Bahwa berdasar pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014 Frasa ‘bukti permulaan’, ‘bukti permulaan yang cukup’, dan ‘bukti yang cukup’ dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang- kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Macam alat bukti tersebut adalah:

  1. Keterangan Saksi;
  2. Keterangan Ahli;
  3. Surat;
  4. Petunjuk;
  5. Keterangan Tersangka’’

Kembali kita cermati surat ketetapan Tersangka yang dikeluarkan oleh Termohon, yang menjadi dasar Pemohon menjadi tersangka hanyalah menyebut keterangan saksi- saksi (satu alat bukti), selebihnya adalah undang- undang dan administrasi pemeriksaan yang bukan merupakan alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 184 KUHAP;

Dan apabila dipahami dari pasal diatas, keterangan Tersangka diperiksa lebih dahulu sebelum ditetapkannya Tersangka (2.b.5);

 

  1.  Para Termohon Melanggar pasal 112 ayat (1) KUIHAP;

Berbunyi: “Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.”

Para Termohon dalam melakukan pemeriksaan langsung menemui Pemohon dan seketika pula melakukan pemeriksaan. Tanpa ada panggilan sebagaimana telah difasilitasi oleh Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana, dan ini fakta Para Termohon mengabaikan unsur kecermatan dan kehati- hatian yang melanggar azas due proces of law sehingga terkesan adanya Tindakan kesewenang- wenangan Termohon selaku penyidik dan kriminalisasi terhadap pemohon;

 

  1. Sehubungan dengan proses penyidikan dan penetapan Tersangka atas diri PEMOHON secara nyata adalah Tindakan yang cacat hukum, tidak sah, tidak berdasarkan hukum, dan wajib dibatalkan oleh Yang Mulia Hakim pemeriksa perkara aquo dalam sidang praperadilan yang kami mulyakan;

 

Berdasarkan segala uraian diatas, kami mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Banyuwangi memanggil para pihak yang berperkara, selanjutnya  memeriksa dan mengadili dengan memberikan putusan yang amarnya adalah sebagai berikut;

  1. Mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh PEMOHON untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan Surat Ketetapan No. SP. Tap. 3/ PHPLHK- TPK/ PPNS/ 7/ 2023, yang dikeluarkan oleh Direktorat Penegakan Hukum Pidana pada Direktorat Jendral Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (Termohon Praperadilan II) tertanggal 12 Juli 2023, adalah cacat hukum, tidak sah, serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 
  3. Menyatakan proses penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON terhadap PEMOHON sehubungan dugaan tindak pidana TPPU yang disangkakan tersebut adalah cacat hukum, sewenang- wenang, tidak berdasarkan hukum, dan  haruslah dihentikan;
  4. Memerintahkan kepada Termohon agar menghentikan proses penyidikan dalam perkara aquo;  
  5. Memulihkan nama baik, kehormatan, harkat dan martabat PEMOHON seperti semula;
  6. Membebankan biaya perkara kepada Negara ;

ATAU :

Apabila Yang Mulia Hakim pemeriksa perkara berpendapat lain, PEMOHON mohon putusan yang seadil- adilnya menurut hukum (Ex Aequo Et Bono);

Pihak Dipublikasikan Ya