Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
1/Pid.Pra/2021/PN Byw | Muhammad Abdul Rofi Bin Muhammad Taswilion | Kapolri cq. Kapolda cq. Kapolres Banyuwangi Cq. KASATNARKOBA POLRESTA BANYUWANGI | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Selasa, 08 Jun. 2021 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penangkapan | ||||
Nomor Perkara | 1/Pid.Pra/2021/PN Byw | ||||
Tanggal Surat | Selasa, 08 Jun. 2021 | ||||
Nomor Surat | No.380/HK/2021/Pn. Byw | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | PENDAHULUAN II. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN a. Tindakan upaya paksa, seperti, penangkapan, , penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
b. Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan : Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
c. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah: Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
d. Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini. III. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN 1. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MELAKUKAN PENANGKAPAN DAN PENAHANAN PEMOHON
Pandik : ‘ mau ngambil RANJAU ya…., ngaku.. o kalau tidak tak laporkan ke polisi,” sambil merampas HP . “ Barang bukti SS ada sedotan merah,… Kan . intonasi yang tinggi dan memaksakan untuk mengakuai barang tsb. Pemohon : ( terdiam dan takut untuk dilaporkan serta berfikir selesai disitu dia mengakuai ) padahal barang tersebut pemohon tidak mengetahuai bentuk dan wujud barang tersebut. Barang SS itu ada dalam gemgaman Pandik. Baju merah : kowe… nang endi ,” sahutnya. ,” iki ono siji. dan ono BB pisan. ,” koen dak golek wong ta….. ? “ dengan dialek bahasa osing jawa. Akhirnya oknum polisi datang ,” ……mana BB , “ selanya ,( pandik mengeluarkan sakunya beserta rampasan hpnya kepada oknum polisi ) Setelah di introgasi pemohon dibawah ke polresta Banyuwangi dan pembantu kopi atas nama luky febrianto di suruh pulang . Bahwasanya barang bukti tidak melekat pada pemohon dan pemohon tidak tahu baraang tersebut, yang menjadi permasalahan siapa Pemilik barang bukti SS tersebut. Apakah warga sipil itu sebagai informan sehingga peristiwa ini di targetkan sebagai perkara . Bahasa ranjau adalah bahasa yang populer dalam dunia informan / spion yang diciptakan membuat peristiwa tetapi peristiwa ini dipaksakan. Secara fakta BB dan HP berada dalam penguasan pandik dan diserahkan ketika oknum polisi datang ditelpon oleh warga berbaju merah
2. SAH TIDAKNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN DILAKUKAN WARGA SIPIL YANG DISERAHKAN KEPADA TERMOHON 1. Termohon melakukan penangkapan dan penahanan tanggal 10 mei 2021 akan tetapi surat yang diterima lewat orang tua Pemohon : - Surat Perintah Penangkapan Nomer : Sp. Kap / 84 / 2021 Sat reskoba tanggal 15 Mei 2021 Atas nama MUHAMMAD ABDUL ROFI bin MUHAMMAD TASWILION - Surat Perintah Penahanan Nomer : Sp. Han / 86 / 2021 Sat reskoba tanggal 15 mei 2021 Atas nama MUHAMMAD ABDUL ROFI bin MUHAMMAD TASWILION . 3. TINDAKAN TERMOHON TELAH MEMAKSA SUATU PERKARA UNTUK DIJADIKAN TARGET. TUGAS TERMOHON SEBENARNYA UNTUK MENGAYOMI BUKAN MENCIPTAHKAN MASALAH MENJADI PERKARA. APALAGI DENGAN CARA MENJEBAK DENGAN SUATU SKENARIO YANG NILAI MANFAATNYA MERUGIKAN MASYARAKAT MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM
3. Oemar Seno Adji menentukan prinsip ‘legality‘ merupakan karakteristik yang essentieel, baik ia dikemukakan oleh ‘Rule of Law’ – konsep, maupun oleh faham ‘Rechtstaat’ dahulu, maupun oleh konsep ‘Socialist Legality’. Demikian misalnya larangan berlakunya hukum Pidana secara retroaktif atau retrospective, larangan analogi, berlakunya azas ‘nullum delictum’ dalam Hukum Pidana, kesemuanya itu merupakan suatu refleksi dari prinsip ‘legality’ 4. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas). 5. Bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi : – ditetapkan oleh pejabat yang berwenang – dibuat sesuai prosedur; dan – substansi yang sesuai dengan objek Keputusan Bahwa sebagaiman telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku. 6. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut : .Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka yang dilakukan dan ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum. Memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi :
IV. PETITUM Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :
PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan. Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Banyuwangi, 7 Juni 2021 |
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |